ERA PASCA SUHARTO

ERA PASCA SUHARTO: 3 KEKUATAN POLITIK RAKSASA
Oleh HS. Hidayat Supangkat *)

Dalam era pasca Suharto kita telah menemukan tiga kekuatan politik raksasa
di Indonesia yang akan menentukan nasib bangsa dalam waktu yang tidak ter-
lalu lama ini: 1. ABRI 2. Muslim 3. Proletar.
Sejak lama ABRI merupakan kekuatan politik yang paling kuat karena dwifung-
sinya berhasil meneruskan karisma TNI sebagai pejuang kemerdekaan RI dan
telah disinabungkan oleh Bung Karno dan Presiden Suharto dan terpaksa di-
lanjutkan oleh Presiden Habibie.
ABRI ini mempunyai kekuatan yang paling dahsyat karena historinya, karena
sudah merupakan establishment yang tidak bisa digoyang goyang, dan last
but not least karena organisasi dan disiplinnya yang canggih. Tidak ada ke-
kuatan politik lain yang mempunyai kinerja a la ABRI yang modern. Di atas
kesemuanya itu di Indonesia ini hanya ABRI mempunyai sistem kerjasama
internasional baik dengan Israel secara tertutup dan dengan DIA (Defense Intel-
ligence Agency) Pentagon secara terbuka, untuk tidak menyinggung CIA yang
terlalu sensitif.
Kekuatan kedua adalah Muslim, NU di bawah pimpinan Gus Dur yang walaupun
sudah lumpuh masih tetap bersemangat dan bisa digantikan pemimpin lainnya.
Kekuatan Muslim terakhir adalah Muhammadiyah di bawah pimpinan Amien
Rais yang akhir akhir ini semakin menonjol dan populer.
Muslim yang kalau dijumlahkan berkekuatan lk 58 sampai 60 juta itu sampai
detik ini masih pecah dan tidak mengkhawatirkan bagi mereka yang menderita
Islam-phobia.
Kekuatan ketiga adalah kekuatan baru yang latent (tersembunyi): Proletar !
Mungkin istilah ini merupakan kejutan dahsyat bagi para anti-komunis dan
golongan allergis-Marxist. Sekalipun saya pribadi adalah non-marxis, non-komu-
nis, terpaksa menggunakan istilah ini untuk menggugah mereka yang masih
tertidur dan menganggap enteng kekuatan baru ini.
Proletar Indonesia harus diakui merupakan mayoritas, namun mereka itu tidak
mempunyai organisasi, tidak mempunyai pemimpin, tidak mempunyai ideologi,
betul betul tidak mempunyai apa apa kecuali baju yang melekat di tubuhnya.
Mereka itu merupakan Kumbakarna tidur yang kalau sudah bangun mempunyai
kekuatan dahsyat yang destruktif!
Tampaklah bahwa di antara ketiga kekuatan itu ABRI yang paling unggul hingga
diduga akan mampu memelihara keamanan dan ketertiban nasional.
Namun menurut sejarah dan pengalaman kita, politik itu paling unpredictable.
Da-
lam sekejap bisa terjadi yang selama ini dianggap “inconceivable” (mustahil).
Kalau Muslim fundamentalis masih predictable karena para pemimpinnya masih
bisa “dipegang”, maka Proletar yang tidak berideologi dan tidak punya pemimpin
tidak bisa di tackle kalau sudah terlanjur bergerak bangun dari tidurnya.
Satu satunya jalan untuk menenangkan Proletar adalah mencukupi sandang pa-
ngannya justru dalam masa kritik seperti sekarang ini. Inilah tugas mission imp
possible Presiden Habibie dan ABRI dan NU, Muhammadiyah yang harus bahu
membahu mencegah dan mengamankan potensi destruktifnya Proletar, tapi
juga tidak menambah kekecewaan, menambah lapar mereka.
*) Wartawan Indonesia di PBB dan New York.
Kita sudah menyaksikan dengan matakepala sendiri betapa peristiwa Mei yang
hanya terjadi di satu kota, Jakarta, begitu menakutkan sehingga penduduk asing
dan keturunan Cina berlarian ke luar negeri. Padahal ini baru sebagian kecil
yang sporadis. Kita tidak bisa membayangkan kalau terjadi serempak jangankan
di seluruh Indonesia, di Jawa saja akan cukup menggegerkan dunia a la letusan
Gunung Krakatau. Memang lebih tepat Proletar Indonesia ini disebut Gunung
Krakatao yang aktif tapi tidur………………….

ERA PASCA SUHARTO: 3 KEKUATAN POLITIK RAKSASA

Oleh HS. Hidayat Supangkat *)

Dalam era pasca Suharto kita telah menemukan tiga kekuatan politik raksasa
di
Indonesia yang akan menentukan nasib bangsa dalam waktu yang tidak ter-
lalu lama ini: 1. ABRI 2. Muslim 3. Proletar.

Sejak lama ABRI merupakan kekuatan politik yang paling kuat karena dwifung-
sinya berhasil meneruskan karisma TNI sebagai pejuang kemerdekaan RI dan
telah disinabungkan oleh Bung Karno dan Presiden Suharto dan terpaksa di-
lanjutkan oleh Presiden Habibie.

ABRI ini mempunyai kekuatan yang paling dahsyat karena historinya, karena
sudah merupakan establishment yang tidak bisa digoyang goyang, dan last
but not least karena organisasi dan disiplinnya yang canggih. Tidak ada ke-
kuatan politik lain yang mempunyai kinerja a la ABRI yang modern. Di atas
kesemuanya itu di Indonesia ini hanya ABRI mempunyai sistem kerjasama
internasional baik dengan Israel secara tertutup dan dengan DIA (Defense Intel-
ligence Agency) Pentagon secara terbuka, untuk tidak menyinggung CIA yang
terlalu sensitif.

Baca lebih lanjut

Rindukan Zaman Itu…Khalifah Umar Abdul Aziz

Baru satu abad telah berlalu, namun keadaan umat Islam jauh sekali berbeza

berbanding dengan zaman Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya dahulu.

Bibit-bibit jahiliyah yang dihapuskan Rasulullah s.a.w. telah mula

berputik kembali. Sifat suka mementingkan kabilah, semangat berpuak dan

mengutama saudara sendiri menjadi ciri-ciri baru kerajaan Islam pada masa

itu. Kerajaan tidak lagi dinilai dengan neraca al-Quran dan as-Sunnah,

tetapi diukur atas keperluan semasa dan kepentingan negara.

Pemimpin-pemimpin Islam sudah pandai bermewah-mewah, melakukan penindasan

dan bermegah diri. Sehinggakan Baitul Mal, jadikan sebagai harta peribadi

mereka. Masyarakat Islam pula semakin kaya dan leka, mereka semakin

meninggalkan penghayatan ilmu dan nilai-nilai Islam. Kekuatan hawa nafsu

dan bisikan syaitan telah mencampak mereka ke lembah kealpaan.

 

Kasih sayang tuhan mengatasi segala-galanya. Dia tidak ingin melihat umat

Islam tergelincir ke dalam kegelapan. Dalam cahaya suram yang kelam,

terpancarlah sinar yang membawa seribu harapan. Khalifah Umar Abdul Aziz

menyelamatkan Islam dan umatnya dengan mengembalikan Islam seolah-olah ke

zaman permulaannya.

 

Umar Abdul Aziz adalah seorang bangsawan yang berbudi halus dan wara’.

Walaupun dikelilingi dengan kekayaan dan kemewahan, beliau tidak hanyut

dan leka. Beliau menjadi kegilaan anak gadis kerana ketampanannya, dan

sering menjadi ikutan pemuda pada zaman itu. Sejak kecil lagi beliau didik

dengan ilmu agama. Minat dan kecenderuangan beliau kepada ilmu,

 membawa beliau ke kota Madinah. Di sanalah beliau mempelajari dan mendalami ilmu

agama dari tokoh-tokoh Islam zaman itu. Semasa pemerintahan al-Walid ibn

Abdul Aziz, beliau telah menjadi gabenor Madinah selama 7 tahun. Di sini

beliau telah menunjukkan ciri-ciri seorang pemimpin Islam sejati. Sehingga

Anas ibn Malik berkata: “Aku tidak pernah menjumpai Imam

 selepas Rasulullah s.a.w. yang menyerupai sembahyangnya seperti Rasulullah s.a.w.

kecuali pemuda ini, Umar Abdul Aziz iaitu gabenor Madinah”

 

Baca lebih lanjut